Bertemu kanker

Bulan itu terasa begitu lelah, padahal seharian di kelas cuma duduk aja.
Demam tinggi dan terpaksa 2 hari absen dari orientasi awal. Tapi setiap hari rasanya bahagia bisa ketemu temen baru, lingkungan baru, pelajaran baru.
Tiba-tiba aja batuk-batuk semakin parah udah hampir 3 minggu, dan payudara seperti mengeras dan ada benjolan. Saya mulai agak khawatir karna tiba-tiba juga banyak lebam-lebam besar di kaki dan tangan. Waktu itu lagi week pactice pertama, rasanya cape banget dan nambah lagi titik-titik merah di seluruh tubuh. Walaupun lagi sakit tapi karna lagi seneng-senengnya paksain aja deh masuk, nanti juga ilang sendiri sakitnya saya pikir waktu itu.
Tapi malah semua orang bilang saya pucet, dan lebam birunya semakin ngeri. Saya pun semakin riskan karena takut Lupus yang dulu kembali lagi.
Minggu ke 1 awal kuliah saya sempak ke dokter payudara paling ahli, dan menurut dokter hanya peradangan.
Tapi 1 bulan kemudian harus check lagi apakah membesar atau tidak. Baru 2 minggu setelah itu saya sendiri harus cek darah karna emang keliatan pucet. Setelah dicek ternyata memang drop Hemoglobin di angka 8, harusnya 12-16.


Saat itu juga saya tau kalau saya sedang sakit sesuatu, malam itu juga saya beri tau mama dan papa dan langsung menuju profesor yang dulu menangani saya.
Profesor bilang besok juga harus bawa tes darah lengkap, dan prof bilang limfa dan liver saya bengkak serta peradangan payudara dan paru-paru infeksi.
Saya menangis semalaman, karna saya tau saya sakit dan entah kapan saya bisa kembali kuliah. Keesokan harinya pagi-pagi saya cek darah dan saya pergi kuliah.
Saya memandangi sekitar, teman-teman yang baru saja saya kenal, yang harus terpisah lagi. Saya tau hari itu hari terakhir saya kuliah, saya menikmati hari itu.
Setelah pulang saya kembali demam, dan mama baru pulang dari dokter dengan muka seperti habis melihat hantu.
Saya melihat hasil tes darah dari lab, dan googling dengan ciri-ciri yang saya alami. Seketika itu saya tau, saya mengidap kanker darah.
Penyakit yang tidak asing di sinetron atau televisi yang dramatis dan penuh tangisan.
Tapi saya sudah ga bisa menangis saat itu, saya mengerti kalau saya nangis terus keluarga saya akan lebih terpukul.
Saya mengambil waktu, saya berdoa.
"Father, beberapa tahun yang lalu enkau pernah benjanji kan? kalau apapun sakit yang saya alami engkau pasti sembuhin saya? Saya percaya, sakit kanker sekalipun akan engkau sembuhkan. Kuatkan keluarga saya, sediakan biayanya, berkati setiap perawat yang bakal menangani saya. Saya tau engkau ada, dan sudah menanggung penyakit saya 2000 taun yang lalu di kayu salib. Amin.".
Saat itu satu-satunya yang membuat saya sedih bukan karna saya takut mati, tapi karna saya harus cuti dari kuiah yang bar saya mulai. Saya tau kanker itu mematikan, beberapa saudara saya meninggal karena kanker tapi saya percaya saya tidak akan mati.
Keluarga saya membawa saya ke beberapa dokter untuk memastikan kembali penyakit saya dan hasilnya sama.
Akhirnya saya bertanya hanya untuk memastikan kepada mama saya, "mih, ade leukemia kan?". "iah". Dengan tanpa melihat mata saya kami terus berjalan menyelusuri rumah sakit untuk mengecek ruangan.
Hari itu satu hari sebelum masuk rumah sakit, orang tua saya membawa saya ke suatu KKR kesembuhan. Untuk menyerahkan saya ke tangan Tuhan sebelum menyerahkan saya pada hal medis. Saat itu saya masih demam tinggi, dan mual rasanya.
Keesokan harinya saya harus menjalani rangkaian kemoterapi selama 3 kali berturut-turut dan 10 hari di rumah sakit.
Kemotherapi memakai cairan berwarna orange, yang menusuk seluruh tubuh saya.
Membuat tulang saya seakan bergemeretak, tangan saya bengkak.dan biru.

Namun, saya tidak kuasa untuk berkata sepatah katapun.
Air mata tak sanggup lagi saya tahan, dan kaki saya menahan kesakitan dengan menendang-nendang ranjang. Tangan saya menggenggam tangan mama begitu erat.
Saya berdoa dalam hati dan mulut saya berkomat kamit tak karuan, berseru kepada Tuhan.
Agar Dia menguatkan saya untuk setiap proses yang sangat menyakitkan ini.
Sore itu setelah kemo saya terlelap kelelahan. Saat saya terbngun sayup-sayup, sudah begitu banyak teman kampus berdatangan. Semangat untuk sembuh dan kembali kuliah bersama mereka seakan menjadi suntikan motivasi saya.
Saya menemukan catatan tangan yang saya tulis saat-saat saya bertemu kanker.

28 September, 2013.
Hospital.
Di setiap kehidupan selalu ada proses, yang kali ini hanya akan sedikit berbeda.
Dulu saya pernah menghadapi yang seperti ini 1 kali, dengan ber-iman saya sembuh. Nothing to lose.
Tapi kali ini saya ga akan cuma ber-iman, tapi merebut, meminta, memohon setiap hak hidup. Kali ini mimpi yang ingin saya raih begitu banyak, setiap visi dan impian harus saya perjuangkan.
Ga peduli berapa banyak obat yang akan saya minum, kemo yang membuat seluruh badan saya kesakitan, waktu yang harus terbuang, atau sekalipin cangkok sum-sum yang mengerikan. Saya siap menghadapi itu semua.
Saya yakin saya akan sembuh. Tuhan pernah berjanji, saya akan sembuh penyakit apapun itu.
Karena Tuhan sudah membayar lunas hidup saya 2000 tahun yang lalu.
Saya percaya, penyakit yang akan saya lewati akan membawa nama Tuhan semakin tinggi.
Untuk membuat dunia melihat, Tuhan itu sungguh ada dan keajaibanNYa sungguh nyata.
Setiap kali saya berdoa saya cuma pengen keluarga besar saya dipulihkan seluruhnya dan seutuhnya.
Supaya mereka kuat menghadapi penyakit saya ini.
Tidak ada yang harus dikhawatirkan dari jiwa saya atau kemauan saya untuk hidup.
Saya tau saya pasti sembuh, saya ga mungkin menyerah dan saya akan selalu sanggup melewati semua prosedur medis. Karena saya tau saya berjalan bersama Tuhan yang dasyat.
Tiap kali kemo Tuhan ingetin satu ayat, mazmur 27 yang isinya Tuhan selalu memegang tangan kanan saya.
Tuhan kuatkan saya sesakit apapun itu saya akan selalu kuat!
Dibalik semua kekuatan itu pula ada orang-orang luar biasa yang mendukung dan mendoakan saya.
First of all is absolutely my mom!
Ibu yang kuat, support saya, dan merawat saya dengan sabar.
One day saya pengen bawa mami keliling dunia!
Temen-temen gereja yang paling rajin jengukin, temen-temen kampus yang segudang sampe dimarahin satpam, temen-temen main, saudara dan keluarga.
Semuanya memotivasi dan bikin kangen!
Bikin pengen cepet copot infus, normal lagi, dan jalan-jalan.


Another day.
Senja di hari senin, dengan tangan setengah mampu.
bersanding dengan secangkir teh hangat dan tanah basah yang terlihat dari jendela Rumah sakit Hasan Sadikin.
Aku selalu tampak baik meski sebenarnya sulit...
Bertahan dan berdoa hanya satu-satunya jalan kali ini.
Tapi, aku selalu bahagia..
Tanpa alasan.
Bapa akan selalu punya rencana yang indah, meski tidak dengan cara yang mudah.
Dengan atau tanpa sembuh, saya akan tetap memuji Tuhan.
Punya hati yang semakin murni.

-Hari pertama pulang ke rumah-
Pagi ini aku bangun karna kesakitan, demam tinggi sampai 40 derajat.
seluruh tulangku sakit, tenggorokanku seperti luka, aku kepansan sekaligus kedinginan.
Tidak bisa bicara atau melangkah.
Rasanya benar-benar menyiksa.
Mama langsung sms dokter untuk menanyakan bagaimana menanganinya.
Dan diberi resep untuk penurun panas.
Akhirnya perlahan demam pun turun..


Sabtu, 12 oktober 2013.
Tadi malam aku bermimpi.
Bermimpi melihat matahari...
Berlari bebas di pantai luas...
Seperti menemukan cahaya baru.
Lalu pagi ini aku bangun dengan penuh senyuman.
Mengucap syukur untuk kesempatan bertemu satu hari lagi.
Tanpa demam, atau kesakitan.
Hidup ini, sakit ini merupakan pembelajaran.
Kalau Hidup itu indah...
Terlalu sia-sia jika hanya menjadi keluh kesah.
Betapa banyak hal yang bisa disyukuri, bahkan dengan bangun pagi ini pun sudah menjadi anugrah.
Hallo dunia! Aku sembuh! Aku pasti sembuh!

Minggu, 20 oktober 2013.
Waktu terasa begitu cepat, atau lama.. ga tau...
Sudah hampir 1 bulan sejak vonis dokter di jatuhkan..
Kehidupan nampak seperti roller coaster, naik turun.
Perasaan baru kemaren ospek, becanda, karokean sama temen-temen.
Traveling ke Jogja bareng sahabat, mengecap secercah kelegaan dari pengharapan yang baru tiba.
Dalam 1 bulan semua berubah total.
Mukaku membulat seperti bulan, rambutku yang panjangnya sepinggang berguguran.
Mama begitu sedih saat menyapu rambutku di seluruh pelosok rumah.
Dalam hatiku yang terdalam, aku takut.
Takut terlihat jelek, bagaimana mukaku kalau aku tidak berambut.
Takut orang-orang yang mencintaiku berubah karena aku botak.
Aku orang yang suka menghindari stress, jadi selama ini setiap ada masalah aku selalu menertawakan mereka.
Pada akhirnya rambutku yang sudah dipotong sebahu menggumpal, dan menggimbal.
Jadi terpaksa mama menggunting seluruh rambutku.
Saat pertama kali liat kaca, aku tertawa terbahak-bahak.
Menertawakan mukaku yang tak karuan, menertawakan kesedihan dan keterpurukan.
Tapi tak sedikitpun aku menangis.
Karna as long as i live i will smile, and thankful to God.
Perkembangan tubuh sejauh ini cukup membaik dari data darah yang ada.
Cuma memang masih belum stabil komposisi darahnya.
Efek yang dirasa pun sebenarnya cukup mengagetkan, tidak sama dengan apa yang aku baca di internet.
Mungkin efek di setiap orang akan berbeda.
Yang aneh, nafsu makanku membeludak seperti orang ga makan 1 tahun.
Setiap 30menit sekali rasanya lapar banget.
Tangan dan jari mati rasa, begitu juga dengan lidah.
Makan permenpun ga berasa manis.
Persendian kaki terasa lemah, jongkokpun hampir ga bisa.
Saat ini di rumah masih banyak yang kerja, aku bosan dan tidak nyaman.
Pengen menyepi ke suatu tempat yang tenang..

2 korintus 12:9-10
Tetapi jawab Tuhan kepadaku:
"Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna."
Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus menaungi aku.
Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaram, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus.
Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.

Another day

Your day depends on a very first thing you think, when you open your eyes in the morning.
Bless your own day, thankful for everything.

Saya bukan orang yang sangat sangat dekat dengan Tuhan sebelumnya.
Dulu banget 6 tahu yang lalu mungkin.
Tapi sakit ini mengubahkan semuanya.
Cara hidup, perspektif, kebiasaan, sikap hati..
Tiap pagi adalah hal yang paling ditunggu, hal yang menjadi begitu penting.
Membuka mata dengan matahari yang menembus tirai dengan sempurna.
Yang dulu, mungkin menjadi hal yang paling dibenci.
Harus bangun pagi, males banget.
Sekarang, setiap membuka mata di pagi hari hal pertama yang terlintas adalah 'Terimakasih Tuhan untuk satu kali lagi kesempatan saya membuka mata'.
Dan dengan hangatnya mami mencium kening dan bilang selamat pagi.
Berdoa bareng ber 3 kalau papi lagi ada di bandung.
Sarapan sudah siap di meja makan, lengkap dengan buah, sup, jus, snack, dan obat-obatan yang satu hari berjumblah 28 butir.
Hal-hal yang tidak mungkin terjadi kalau leukemia ini tidak menghampiri.
Hal-hal yang mungkin Tuhan paksa terjadi.
Hal yang mungkin cuma keadaan ini yang bisa bikin mereka kembali sehati lagi.
Saya orang yang sangat mencintai keluarga, dari kecil selalu nonton film-film keluarga yang begitu hangat.
Tapi itu jarang terjadi dalam keluarga saya sendiri.
Berdoa udah bertaun-taun tapi nampak ga ada perubahan.
Mungkin, ini sebagian dari jawaban Tuhan...
Buat saya, keluarga adalah nafas dari kehidupan saya.
So this is a good begining from my cancer story.
Menjadi orang yang bersyukur merupakan sebuah cara untuk membuat hidup lebih ringan.
Rasanya damai dan selalu pengen senyum, pengen bahagiain semua orang selagi bisa.
Mengagumi atas setiap pekerjaan Tuhan.
Susah, seneng, perjuangan, kesel, berat, sakit, bahagia, percayalah semua ada pada porsi yang tepat.
Maybe some people won't believe me for what i said right now.
How could people in trouble still feel bless in her life?
It's not playin game, it's between death and live!
Yes iam. This is my easier way to live..



Comments

Popular posts from this blog

4 tahun perjuangan melawan kanker

Waiting for miracle

R I P Acute Lymphobastic Leukemia