Cerita hari ini

3 Oktober 2017

                Bau darah kering menyeruak ke hidungku sepanjang hari ini, bau yang paling aku benci. Belum lagi rasa sakit dari selang yang masuk ke dalam pembuluh darah di leherku. Pagi ini aku operasi masuk CVC line untuk harvest T Cell, merasakan apa yang koko ku rasakan selama ini menjadi pendonor. Rasanya Cuma pengen nangis, bukan karena sakitnya, tapi karena tau seperti apa perjuangannya membantu aku untuk tetap hidup. Proses operasinya hanya dibius lokal, muka ku ditutup kertas steril, mulai lah di x-ray dan ultrasonic untuk mencari lubang aliran darah. Disayat, dimasukan selang tebal, hanya terdengar suara gesekan-gesekan menyebalkan di telingaku yang tak kunjung usai. Tanganku hanya menggenggam sprei sekuat tenaga menahan rasa sakit ditekan-tekan di bagian leher yang telah tersayat itu. Saluran darahku kecil jadi makan waktu cukup lama untuk cari jalan yang tepat. Setelah selesai dijait, tiba-tiba pernafasan terasa sesak,jantung terasa berdebar dan kepala rasanya pusing, mungkin karena obat bius lokal yang disuntikan.

                Selesai kira-kira jam 11 siang, kami akan menunggu dokter sampai jam 2 sore. Aku mengantar mami makan siang ke warung makan dekat hospital, setelah keadaanku sudah membaik. “Ya ampun mih, si toto ga kebayang ya 2x ngerasain ini. Sakit pisan ga kira2, hebat kuatan. Untung sekarang ade ya mih, ga perlu toto.”,kataku sambil berjalan ke warung makan. Setelah itu kami bertemu dokter dan membicarakan rencana besok dengan lancar, Namun tak disangka hanya 10 detik sebelum aku melangkah pulang dokter memanggilku dari kejauhan. “Let’s talk, there is a problem.”, dia menggiringku memasuki ruangan nya. Dengan muka kalut dia berkata,”I just got e-mail from the T Cell lab, we cannot use your T cell, you don’t have enough amount of limfosite.”

                Kami hanya menatap dengan kebingungan, lalu dia berbicara kembali,”I’m really sorry for you, and we need your brother to come here immidiately”. Sambil mencerna satu per satu kata dokter, mami bertanya,”Lalu bahaimana biaya yang sudah kami keluarkan untuk hari ini? Jadi line yang sudah dipasang di carissa tidak berguna?”.
“Kita tak bisa buat apa, i’m really sorry. We are too rushing put cvc line to carissa, because the plalete still enough to surgery.(Plalete atau Trombosit, kalau trombosit terlalu rendah tidak bisa dioprasi karena akan terjadi pendarahan) Boleh cabut line itu di daycare sekarang.”, dengan muka sedih beliau berbicara. “I’m afraid there will be any mistake, besok saja cabutnya tak apa doc.”,kataku. Khawatir ada perubahan lagi besok, tidak lucu kalau harus memasukan ke dua kali.

                Saat itu juga mami menelopon koko geby menjelaskan kalau dia harus ke malaysia besok pagi. Koko baru pagi ini berangkat dari bandung ke jakarta (karena memang selasa-jumat dia kerja di jakarta) dan sore itu juga harus pulang lagi ke Bandung, besok berangkat dengan penerbangan paling pagi ke Malaysia. Mukaku datar dan jelas terlihat kesal depan doctor dan nurse di ruangan itu. Namun mami selalu berkata, “oke doc it’s oke”. While i just want to scream ,”What is happening with my life??? Kok kayaknya ada ada aja sih kejadian ngenes gini.”

                Dokter ku yang bernama dokter Alan adalah dokter terbaik yang pernah aku temui, dia sangat murah hati. Profesinya sebagai dokter murni untuk menolong sesama, sejak relapse awal tahun 2017 ini semua biaya dokterku diberikan GRATIS. Beliau tau keluarga kami pas-pas-an, berat untuk pengobatan yang ber-ratus-ratus juta bahkan miliaran ini. Beliau selalu ikut sedih setiap ada pasien kesusahan ekonomi maupun dengan penyakit yang suka membandel. Jadi kami selalu bersyukur walaupun aku relapse berkali-kali, namun itu bukan salah penanganan dokter. Semua adalah kedaulatan Tuhan, dan ditangani dokter yang sangat baik adalah meringankan langkah ku dalam menjalani pengobatan ini

                Biaya CVC line ini adalah 3.150rm atau sekitar 10jt rupiah, terbuang begitu saja. Otakku menjadi panas , kesal mengapa hal ini bisa terjadi dan kasian pula koko ku harus donor lagi. Setelah pulang ke rumah, aku dan mami tau perasaan masing-masing. Kami selalu menangis, kesal pasti nya ada, tapi mami selalu menasehatiku. “De udah jangan dipikirin biaya mah 10jt gak apa-apa, mami juga kasian sama ade, udah di operasi sakit gini. Tapi Tuhan luar biasa, sudah meng-gagal-kan rencana buruk. Kalau kamu lanjut CAR T CELL dengan keadaan cell kamu yang jelek, kan malah lebih rugi dan bahaya. Tuhan luar biasa menjaga kita, walaupun ade dan toto harus rasain sakit, walaupun uang 10jt kebuang, gak apa-apa asal ade bisa selamat. Jangan mikir Tuhan jahat, justru Tuhan itu baik sekali.”, kata mami kepada aku. Air mata yang dengan mudah keluar , aku tersadar dari setiap masalah selalu ada banyak perspektif. Aku melihat masalah dari setiap sisi negatif, sementa mami melihat masalah dari sisi baiknya.

                Apapun yang di depanku, harus aku hadapi mau tak mau. Betapa indahnya kalau melihat setiap masalah bukan dari masalah itu sendiri, namun dari pelajaran yang bisa diambil, dan terlebih lagi, melihat Tuhan yang jauh lebih besar dari masalah. Tuhan mampu mengubah setiap air mata menjadi tawa bahagia, seperti apa yang pernah aku tulis. Aku bersyukur punya mami yang luar biasa di dalam Tuhan, memegang teguh firman Tuhan, dan melaksanakannya. Aku bisa belajar banyak ,hal buruk apapun yang terjadi, aku harus melihat dari kaca matanya Tuhan.

                Besok adalah hari yang baru, walaupun schedule ku akan sedikit mulur dari yang sebelumnya ditetapkan. Aku berdoa supaya tidak ada human error, kesalahan mesin, atau kesalahan apapun itu, semoga semua treatment ini lancar dan berhasil. Membunuh setiap sel kanker dan menjadi relapse yang terakhir kalinya. Aku ingin hidup dengan sehat sempurna dan bisa menyenangkan hati Tuhan, menjadi berkat untuk orang banyak. 

Comments

Popular posts from this blog

4 tahun perjuangan melawan kanker

Waiting for miracle

R I P Acute Lymphobastic Leukemia