Menyambar Secepat Kilat


Melanjutkan blog sebelumnya “Perasaan & kenyataan hanya setipis kertas” , jadwalku ke Malaysia adalah tanggal 17 mei.
Sejak dokter bilang tentang unclear finding in flow cytometry perasaan jadi suka parno sendiri. Satu minggu sesudah kabar itu aku kembali cek darah, 9 april 2018.
Ada kenaikan leukosit yang cukup signifikan. Trombosit ku turun  meski semua masih dalam batas angka normal.
Leukosit yang asalnya 5.07 menjadi 8. Trombosit yang asalnya 222 menjadi 171. 
Tetapi tidak ada tulisan BLAST (blast adalah sebutan kadar kanker dalam darah). 
Memang saat itu aku sedang sakit tenggorokan, badanku terasa ‘hareeng’ kalau kata orang sunda, menuju radang tenggorokan. 
Aku melaporkan kembali hasil tes darahku kepada dokter di Malaysia, meski sebenarnya wajib lapornya satu bulan sekali. Dokter menjawab semua masih dalam batas normal.


Beberapa hari sesudahnya pada hari kamis tanggal 12 april 2018. 
Pagi itu mami ada jadwal pergi ke Rumah Cinta abah utung di dekat RSHS bersama teman persekutuannya, untuk berkunjung memberi sumbangan. 
Papi di Jakarta dan koko bersiap pergi meeting pada jam 10 pagi. Aku akan sendiri di rumah, tapi mami akan pulang sekitar jam 2 siang.

Hari itu juga adalah jadwalku flushing dan dressing hickman line di dada ku.  Sekitar jam 9 pagi aku melakukan flushing dan dressing line, setelah itu aku ber aktifitas lain. 
Namun sebelum koko ku berangkat meeting, aku merasa badanku kedinginan. 
Aku bergegas memakai sweater, celana panjang, kaus kaki tebal, nampaknya seperti pertanda mau menggigil. Karena saat transplant-DLI-CAR T CELL aku sering sekali menggigil parah, jadi sudah tahu tanda-tandanya. Tak berapa lama setelah memakai itu semua, benar saja aku menggigil parah. 

Menggigil parah itu benar-benar dingin menusuk, aku merungut di ranjang memeluk lutut ku, gigi gemeretuk, sembunyi dibalik bed cover tebal. Bahkan untuk meraih handphone di sebelahku saja aku kesusahan. 
Sebenarnya aku tidak mau membuat khawatir mami, awalnya kurasa menggigil ini tidak akan parah. Tapi koko akan pergi meeting, kalau tidak ada siapa-siapa di rumah aku takut keadaanku akan bertambah buruk.
Lalu aku menelopon mami.
Dengan suara sepenggal-sepenggal, tak kuat menahan dingin, “Miih. Mih. Haloo”.
“Halo halo, ya de ada apa?”, katanya
“Mih.”, tak kuat banyak bicara jadi tersendat-sendat.
“Iya apaaa? Jangan bikin mami kuatir, bilang aja ada apa?”, dengan nada sedikit menyentak.
“Ade menggigil mih, mami bisa pulang sekarang? Ade kedinginan mih.”, Kataku.
“HAHH??! Kok bisa?”
“Ga tau mih tadi pagi ade flushing & dressing, terus makan dan lain-lain. Tiba-tiba jadi dingin badannya. Kayaknya gara-gara sakit tenggorokan mih.”, kataku
“Ya udah, tunggu ya, mami pulang sekarang naik grab.”, jawabnya. 
Tak lama setelah aku telpon mami, koko ku berteriak
“De, de, toto pergi meeting yaa….”,kata koko ku sambal membuka kamar.
Dia kebingungan kenapa kepalaku tak nampak sedikitpun dari selimut.
“De kamu kenapa??”, Tanya nya.
“Kedinginan to, dingin.”, kataku menjawab dengan suara yang bergetar.
“LOH? Kamu kenapa? Sakit?? Mami kemana?”, dengan panic dia bertanya.
“Mami pergi dari pagi ke deket RSHS, ada acara. Ade menggigil. Tadi udah telpon mami.”, jawabku susah payah.

Lalu dia menghubungi mami dan cici, memberi tahu keadaanku. Karena dia tidak mengerti harus bagaimana menghadapi aku yang menggigil. Juga dia ada janji meeting dengan klien penting. 
“To, ade minta Panadol di kotak obat tolong ambilin. Sama bikini air panas, masukin ke botol.”, pintaku. 
Aku ingat masih punya stok Panadol dari dokter, untuk jaga-jaga. Dan cara ampuh yang biasa mami berikan jika menggigilku parah adalah dengan memeluk botol-botol air panas. Kalau di Malaysia biasa aku punya stok hot pack yang di temple di baju.
Aku langsung meminum Panadol dan memeluk botol air panas, beberapa lama kemudian cici dan aiden datang. Karena koko harus cepat pergi meeting.
Dari mengigil lalu berubah menjadi demam setelah minum Panadol. Panas sekali seperti dibakar, demam pada umumnya. Badan rasanya gak enak banget. 
Ada cici yang menjagaku sampai mami datang akhirnya.
Suhu badanku 38,5. Dikompres dengan lap, satu jam kemudian demam mereda.
Badanku terasa lelah setelah menggigil tadi, kalian tahu kan kalau menggigil semua otot menjadi tegang. Macam fitness model yang lagi kompetisi pamer otot.


Ini adalah Hickman Line.
2 kabel di luar itu yang berfungsi untuk mengambil darah dan memasukan cairan-cairan seperti tranfusi darah, kemoterapi dll.







Setelah hari itu badanku terasa biasa lagi, tapi aku banyak ber istirahat. Sabtu tanggal 14 april aku masih sempat mengerjakan orderan wagyu rice. 

Hari senin, 16 april. Aku kembali cek darah, semua hasilnya bagus. Tapi badanku masih berasa hareeng. 

Hari selasa, 17 april. Dingin mulai menusuk, menggigil dan demam lagi sepanjang hari. 
Minum Panadol, lalu demamnya hilang. Tak bertahan lama setelah efek obat hilang aku demam lagi dan mata kiriku bengkak kemerahan. 


Keesokan harinya, hari rabu , 18 April. 
Aku mengabari dokter di Malaysia via aplikasi pasien, aku melaporkan sudah beberapa hari demam padahal hasil darah semua baik. 
Dokter menyarankan supaya aku segera periksa ke dokter local, karena beliau tidak bisa mendiagnosa hanya via chat dan foto.  Dan jika demam kemungkinan besar ada infeksi dalam tubuhku.

Mami mencari dokter hematologi yang terpercaya di bandung, akhirnya kami menemukan. 
Saat kami telepon kliniknya, ternyata dokter tersebut sedang conference beberapa hari. 
Tapi digantikan oleh anaknya yang juga dokter hematologi, namanya dokter Agung. 
Sore hari aku diantar mami dan koko untuk periksa, kami harus menceritakan riwayat medisku terlebih dahulu. 
Setelah dokter periksa semua lambung, paru-paru, jantung baik-baik saja. Dokter menyimpulkan bahwa infeksinya tidak spesifik, dokter akan memberi antibiotic untuk sementara waktu. 
Jika dalam 6 hari masih demam maka harus cek ulang. 

Kami sempat berbincang-bincang panjang lebar, mungkin dokter tertarik dengan ceritaku yang sudah pernah transplantasi, DLI, bahkan CAR T CELL. Dokter juga bertanya tentang hickman line di dada ku, karena di Indonesia hickman line ini tidak popular digunakan pasien. 
Antibiotik yang diberikan dokter disini , sama persis dengan yang dok Malaysia berikan. 
Namanya Cravit, satu butir harganya 50 ribu. Setelah aku makan antibiotic, badanku mulai enakan. 

Kamis, 19 April 2018.
Pagi itu biasa saja, semua berjalan baik-baik saja. Aku masih tidak nafsu makan, sudah satu minggu lebih. Tapi badanku sudah enak dan gak hareeng. Siang hari jam 12 mami sudah pulang dari persekutuan, aiden dan cici juga ada, koko pergi meeting, papi di jakarta. 
Jam 1 siang aku bergegas mandi, mami sedang masak di dapur, cici dan aiden bermain di ruang tengah. 

Setelah mandi aku masuk kamar untuk bersantai, hari itu adalah jadwal flushing seperti biasa. 
Aku menyiapkan semua peralatan, suntikan, heparinised saline, alcohol swap, dll. Beruntung kamar tidak aku kunci saat melakukan flushing.
Sesaat aku menyuntikkan cairan hepar ke dalam line, ada sensasi mendadak. Tubuhku seperti mau ambruk. Aku berteriak sekencang yang ku bisa, aku sadar sesuatu sedang terjadi dalam tubuhku. 

“MAMIHHH TOLONG… TOLONGGG… TOLONG ADE…..”, kendati teriakku hanya setengah tenaga tapi mami dan cici bisa mendengar.
“EHHHH Adaaa apa de??!”, teriak mami dari dapur.

Saat itu aku seperti terkena serangan jantung, jantungku rasanya terhenti, melambat. Aku tidak bisa bernafas, aliran darah seperti berpusat pada kepalaku, kepalaku kencang seperti balon gas yang diisi berlebihan! Rasanya mau pecah!! 
Saat mami masuk tergesa-gesa ke kamarku, aku sudah terkapar di ranjang karena badanku semakin melemah. 
“Ade ade kenapa de?? YaTuhann kenapa ini kenapa?”, seru mami dengan panik tak tahu apa yang harus dia lakukan.
“Tadi… abis flushing. Tolong mih tolong, muka ade udah kaku. Tolong, tolong.”, kataku terbata-bata.

Mami segera keluar telepon minta bantuan ko danil (suami cici), juga bantuan saudara karena tidak bisa menggotongku. Tidak ada laki-laki di rumahku saat itu.
Cici membawa aiden masuk ke kamarku dan berteriak-teriak, “MIH ADE MERAH MUKANYA, MULAI HITAM MIHHH CEPET BAWA KE RS MIH”.

Saat itu aku masih punya kesadaran penuh, namun dunia seakan melambat. Seperti yang tadi kubilang, kepalaku seperti mau pecah, nafasku sesak, jantungku seperti tersendat. Sepanjang berbaring aku hanya berdoa dalam hati, “Tuhan Yesus tolong, Tuhan Yesus tolong, Tuhan Yesus tolong.”

Aku mencoba duduk, depanku kaca, kulihat tubuhku sudah merah hitam legam sampai setengah badanku. 
Mami mondar mandir panik entah harus melakukan apa, aku mengumpulkan sekuat tenaga. Jantungku mulai berdebar kencang, tanda dia mulai berfungsi kembali. 
Cepat-cepat aku berdiri, “Mih ade bisa berdiri , ayo kita pergi ke RS.”

Ku raih sweater, kaus kaki dan masker, secepat mungkin masuk ke mobil.
Mami menyetir sendiri dan aku di belakang, cici tidak mungkin membawa aiden ke RS. 
Dia menunggu ko danil datang dan membawakan keperluan kita, langsung menyusul ke RS.
Beruntung ada RS terdekat di kopo, kira-kira 20 menit dari rumahku.
Baru 10 menit perjalanan, tubuhku mulai menggigil parah. 
Tubuhku bergetar seperti kejang-kejang, sangking tak kuat menahan dingin yang menusuk. 

Setibanya di UGD, tubuhku masih bergetar menggigil. 
Mami panik meminta supaya cepat ditangani, namun UGD siang itu sangat penuh. 
Aku hampir tidak mendapat ranjang. Mami ku kesana kemari, masuk ke sekat bilik ku menangis. “Ini gimana, Tuhan tolong Tuhan.”,katanya.


Mami menelepon semua nurse di SJMC Malaysia, bagian admin dan lain-lain yang kami kenal untuk mencari Dokter Alan (dokter yang menanganiku). Karena panduan kami adalah beliau. Tidak ada satupun yang bisa dihubungi, sampai kami meminta teman kami untuk ke SJMC mencari dokter. 
Saat tersambung dengan teman kami yaitu kak Lisa, ternyata dokter Alan sedang conference selama 3 hari. Lalu sambungan telefon terputus karena batre lowbat. 
Saat itu sepertinya Tuhan sedang memperlihatkan kuasanya. Disaat tidak ada dokter yang bisa menolong kami, di saat kritis yang sangat fatal. Hanya kuasa Tuhan yang kami pegang se-erat mungkin.

Dalam keadaan menggigil, setelah di tensi dan dilihat kadar oksigen dll. 
Selang oksigen dipasangkan, tensiku rendah. 
Penuh bercak-bercak merah kehitaman di wajah dan badanku, mungkin karena pembuluh darah yang pecah.
Suster mengambil sample darah untuk di tes, lalu dilakukan EKG pemeriksaan jantung. 
Mami menelopon dokter Agung untuk konsultasi obat dan keadaanku. 
Aku mencoba terus menghubungi dok Alan, namun tidak ada jawaban. 
Sampai akhirnya aku memakai e-mail, aku memberi tahu keadaanku dan kronologi kejadiannya. Dokter Alan menyarankan supaya aku bisa secepatnya ke SJMC jika keadaanku stabil dan bisa naik pesawat. Infeksinya dicurigai dari Hickman line. 

Suster memberikan infusan sanmol penurun demam dan antibiotic, rujukan dari dokter agung. Selama beberapa jam dari pantauan tensiku sempat rendah sekali 65/49, demam perlahan mereda. Sampai tensiku stabil di 95/60, jam 8 malam kami boleh pulang dari UGD. Karena besok pagi kami harus berangkat ke Malaysia. 

Selama 23 tahun kehidupanku dengan perjalanan kesehatan yang sedemikian rupa, kematian tidak pernah aku rasakan menyambar secepat kilat, seperti hari itu. 
Aku pernah berada di antara hidup dan mati saat koma karena infeksi paru-paru. 
Puluhan Kemoterapi. Transplantasi sum-sum yang menyakitkan. 
Di atas meja operasi entah sudah berapa kali. Bayangan maut perlahan berjalan mendekati. 
Ada proses dari keadan baik, menjadi buruk ataupun fatal seperti koma. 
Namun yang kali ini Tuhan memperlihatkan, bagaimana rasanya kehidupan bisa ter-renggut hanya karena 5ml cairan. 
Hanya seper-sekian detik dari suatu hari yang cerah menjadi petaka. 
Hanya karena satu suntikan. 
Sengat maut menjalar langsung ke jantungku tanpa aba-aba. 
Sadar bahwa aliran oksigen mendadak sarat, namun tak ada yang bisa dilakukan selain minta tolong. 

Bukan hanya memperlihatkan bagaimana maut bisa merenggut kehidupan secepat kilat, tapi Dia juga memperlihatkan, bagaimana kuasa Tuhan SANGGUP mengalahkan MAUT jika Dia MAU. 
Bagaimana KUASA TUHAN BUKANLAH HANYA KARYA FIKSI, seperti apa yang orang dunia akhir-akhir ini katakan.

Aku mengalaminya sendiri, ketika jantungku mulai kembali memompa kencang.
Terlepas entah bagaimana penjelasan medis tentang kejadian yang ku alami, yang aku percaya hanyalah kemurahan Tuhan. Yang menyelamatkan aku dari sambaran maut. Aku bisa berjalan masuk ke mobil, melewati menggigil demam, bahkan bisa naik pesawat dan sampai ke Malaysia. 


Sesampainya di Malaysia aku dan mami langsung menuju ke hospital, asisten dokter sudah menungguku untuk pengambilan blood culture (pengecekan kuman apa yang ada dalam darah). 


“Do you know, kita semua disini khawatir sekali dengan kamu carissa. Mama kau panic , doctor juga sedang conference kan. Takut saya kalau sudah masalah line itu, bahaya sekali. Sebab langsung ke jantung tau. Selamat kamu bisa sampai sini. Huhh…”, kata seorang nurse. 

Semua nurse di chemo daycare tahu tentang kejadianku kemarin, dan mereka kaget aku bisa ada di Malaysia keesokan harinya. 

1 jam sesudahnya aku menjalani operasi untuk mengeluarkan hickman line itu. Setelah itu aku harus menginap di hospital untuk masuk antibiotic selama beberapa hari. 

Hari minggu ,22 april. Dokter Alan sudah pulang dari conference.
“Hallo good morning carissa, nasib baik you can be here. (sambil geleng-geleng kepala dan tersenyum) Ada 2 kuman identified in your blood, we will still use this antibiotic. No need to change, empat lima hari lagi mungkin masih harus duduk hospital. Since you already here, besok kita bone marrow juga ya. Untuk pastikan hasil yang sebelumnya.”, kata dokter Alan.
Aku mengira-ngira mungkin dalam hatinya dokter keheranan mengapa ada-ada saja yang terjadi padaku.

“Doc, boleh masuk antibioticnya di daycare saja? Kan masuk antibiotiknya hanya pagi-pagi saja”, kataku. 

Aku meminta berobat jalan, karena biaya 1 hari rawat inap itu sangat mahal. Baru 3 hari saja sudah 40 juta rupiah , biaya operasi yang kemarin 15jt, jika ditambah 5 hari lagi bisa sangat mahal. 

“We’ll see ya, masih harus duduk hospital untuk sekarang. Tunggu besok bone marrow dulu, tengok ini ada demam atau tidak. Karena infection ini tidak main-main. Very dangerous, you’re lucky you know?”, jawab Doc Alan dengan tegas.

Tanggal-tanggal itu sedang banyak teman-teman pasien sesama orang indo yang sedang check up ke SJMC. Banyak yang mengunjungi kami, teman yang sedang kebetulan ada di Malaysia, Pastor-pastor gereja local malay-indo, dan teman-teman yang lain juga. 

Saat mami berkeliling seperti biasa pelayanan, bertemu pasien-pasien indo yang sedang dirawat di situ, mami bertemu orang tua dari anak yang sedang kritis. 
Kritis karena infeksi line, sama sepertiku, tetapi dia sudah di ICU 2 minggu. 
Infeksi ini memang sudah diwanti-wanti sejak hickman line mau dipasang. 
Kebersihannya harus extra. Saat transplan berangsung pun line ini sangat rentan kuman. 
Ternyata banyak teman kami yang berobat di singapur juga pernah mengalami infeksi dari line. 

Setelah antibiotic masuk sejak hari line dicabut, aku sudah tidak demam lagi. 
Hanya saja masih lelah, dan banyak tidur. 

Pada hari selasa , tanggal 24 april dokter memperbolehkanku pulang ke kos. Tetapi masih melanjutkan antibiotic 2 hari di chemo daycare.
Setelah cek ulang darah dan keluar hasil bone marrow, aku diperbolehkan pulang ke Indonesia.
Hasil bone marrow ku semuanya baik, tidak seperti apa yang dokter khawatirkan pada awal bulan kemarin.

Petaka datang di tengah hariku yang sedang seru merintis usaha. Lagi, aku harus ber-istirahat panjang. Tubuhku jadi mudah lelah setelah peristiwa itu.
Kehidupan memanglah tak menentu, apa saja bisa terjadi dalam 5 detik ke depan. 
Bencana, kelahiran, ulang tahun, kematian, kenaikan jabatan, dipecat, jatuh cinta, patah hati, kesuksesan, kebangkrutan. 
Tuhan tidak pernah menjanjikan kehidupan sempurna tanpa masalah, tapi Dia berjanji akan selalu ADA. 
Bahkan dalam dongeng pun Cinderella tidak selalu bernyanyi riang.

Aku melewati banyak rintangan dalam kehidupan, sama seperti kamu dan semua orang di dunia ini. Aku tau rasanya kecewa, putus asa, masa depan yang terlihat buntu, kesehatan yang tak menentu, harapan yang menipis. 

Saat kehidupan terasa berat, aku akan menutup mata. 
Membayangkan suatu hari nanti, aku akan ingat hari ini. 
Sambil mengatakan pada diriku, “Hari yang berat ini sudah aku lewati. Hari yang berat ini mampu aku lewat. Hari itu aku akan tersenyum, sambil meneguk air kelapa di pantai, atau berbaring di laut biru.” Lalu hari itu betul-betul dapat kulewati.

Hari ini mungkin aku tidak sedang minum air kelapa di pinggir pantai, tapi aku ingat betul aku mengatakannya saat pertama kali masuk RSHS untuk kemo perdana. Aku juga mengatakannya 2 tahun lalu, saat terkulai lemas akibat muntah darah sepanjang minggu di transplantasi pertama. Aku mengatakannya di setiap kali harapan tak terlihat, saat jalan manusia sudah mustahil dilalui.
Dan sampailah aku pada hari ini, dimana aku masih bisa bernafas lega, membuka mata setiap pagi disambut dengan sinar matahari yang mengintip dari balik tirai.

Meski aku tak tau apa yang akan terjadi pada hari-hari di depan sana, gunung apa yang harus kupanjat kelak.
Tapi aku tau, jalan cerita hidupku yang ditulis olehNya adalah sempurna.

"Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!"
Roma 12:12

Comments

Popular posts from this blog

4 tahun perjuangan melawan kanker

Waiting for miracle

R I P Acute Lymphobastic Leukemia