Melangkah setelah badai
Ternyata
diambang kematian bukanlah masa yang paling sulit yang pernah aku hadapi.
Nyatanya menghadapi keseharian setelah rentetan proses medis selesai juga
sulit. Situasi ini sangat membingungkan, bagaimana aku memulai kembali meniti
karir yang entah ku mulai dari mana. Setiap kali orang-orang bertemu atau
membuka pembicaraan, yang ditanya pertama adalah “Sekarang ngerjain apa?”. Lalu
aku diam sejenak. Berfikir. Harus jawab apa. Rasanya malu kalau orang ber
anggapan aku ini pengangguran. Tapi itu juga kenyataannya.
Saat ini keseharianku membantu koko di usaha yang sedang dirintisnya yaitu produksi alat music. Selain itu aku sedang mencicil menulis buku yang sudah lama menjadi wacana. Aku suka bereksperimen membuat camilan dan makanan sehat, namun menurutku masih belum layak dijual. Baru-baru ini ada yang memesan roast chicken, dan akhirnya aku membuat akun @bakulnyonya di Instagram untuk produk makanan yang aku jual. Sementara ini masih made by order, feedbacknya cukup baik. PO Malaysia seperti biasanya setiap aku cek up ke sana, namun itu bukanlah pekerjaan yang bias dianggap “pekerjaan”.
Inilah yang aku sebut masa yang tak kalah sulitnya dari rentetan proses medis
yang menguras tenaga. Akupun suka sulit tidur setiap kali memikirkan apa yang
harus aku kerjakan untuk memulai karirku. Sementara aku masih tidak bisa pergi
kesana kesini dengan bebas, mencari bahan, packaging dan lainnya harus lewat
mami. Ada hari-hari dimana aku sangat kesal berdiam diri, mencari-cari
inspirasi yang tak juga kutemukan. Namun kupikir-pikir lebih dari karir yang
harus kumulai, yang lebih penting adalah tetap sehat. Walaupun karir tetap
harus aku mulai, buat apa aku harus stress dan merusak kesehatanku? Ketika aku
sehat, apapun bisa aku mulai.
Aku terus berdoa supaya Tuhan membuka-kan jalan
kemana aku harus melangkah. Selain hal pekerjaan, masih ada juga hal yang
paling membuatku snewen. Setiap kali ngaca. Iya, ngaca. Bukan karena aku takut
jelek lho ya. Tapi melihat wajahku itu seperti melihat tolak ukur kondisi
darahku di dalam tubuh. Pucet gak? Apa bibirku masih kemerahan? Apa kulitku ada
warnanya? Apalagi kalau mami udah bilang, “De kok kamu pucat?”. Karena tolak
ukur itu biasanya benar. Setiap ada lebam di kaki atau tanganku pasti mami
langsung introgasi, “ini kejeduk atau bukan? Kejeduk apa?”. Karena lebam tanpa
penjelasan bisa saja karena trombosit rendah. 3x relapse (kambuh) membuat hal-hal
yang seperti itu menjadi sangat diwaspadai. Dan setiap cek darah pasti
semalaman aku susah tidur, deg-degan menanti bagaimana hasil besok. Degup
jantungku menjadi kencang setiap kali mau menelopon biotes untuk menanyakan
hasil HB, Trombosit, Leukosit.
Dalam perjumpaan dengan kanker, proses medis
yang selesai bukanlah akhir dari perjalanan. Kanker itu seperti tukang parkir
yang bisa muncul kapan saja walaupun parkiran kosong. Yang bisa menentukan
adalah Tuhan. Jadi kesempatan setiap hari hidup haruslah selalu diperhitungkan,
walaupun kadang-kadang suka lupa diri dengan keadaan yang sudah baik.
Setelah
23 tahun akhirnya aku punya kamar sendiri. Jadi selama ini aku selalu tidur
sama cici atau mami, karena aku anak bungsu jadi dari kecil gak mau tidur
sendiri. Giliran pengen punya kamar sendiri, kamarnya dipake kantor lah, dipake
studio lah. Tahun ini dimulai dengan kamar baru, karena aku sadar , aku sangat
butuh waktu sendiri tanpa gangguan apapun. Aku jadi punya waktu-waktu untuk
refleksi membenahi diri, jam doa yang lebih berkualitas dan bisa dengan nyaman
ngerjain segala sesuatu dari kamar. Aku percaya tahun ini akan berbeda dari
tahun-tahun sebelumnya. Aku menyerahkan semua rencanaku dalam tangan Tuhan,
berusaha semaksimal mungkin dan bersyukur untuk semua jalan yang harus
dihadapi.
Terkadang
nasihat dari orang sekitarpun membingungkan. Saat aku belum mengerjakan
apa-apa, ada teman yang bilang, “Kamu itu harus ngerjain sesuatu, jangan diem
aja.” Lalu setelah aku memulai usaha , “Kamu ga boleh cape-cape loh, harus
membatasi diri. Udahlah gak usah masak-masak begitu.”
Mungkin maksud mereka memanglah baik dan perhatian dengan kesehatanku, namun bukankah itu membingungkan? Untuk mantan pasien kanker darah yang kasusnya menahun seperti aku, memulai karir atau bersekolah cukup banyak pertimbangan. Dari mulai pikiran yang tidak boleh stress, fisik yang tidak boleh kecapekan, makanan yang harus serba dijaga, tetapi tuntutan kehidupan yang memburu. Kami juga punya impian, tidak mungkin juga hanya berdiam diri bertahun-tahun.
Mungkin maksud mereka memanglah baik dan perhatian dengan kesehatanku, namun bukankah itu membingungkan? Untuk mantan pasien kanker darah yang kasusnya menahun seperti aku, memulai karir atau bersekolah cukup banyak pertimbangan. Dari mulai pikiran yang tidak boleh stress, fisik yang tidak boleh kecapekan, makanan yang harus serba dijaga, tetapi tuntutan kehidupan yang memburu. Kami juga punya impian, tidak mungkin juga hanya berdiam diri bertahun-tahun.
Orang awam yang tidak mengerti tentang kanker darah menganggap setelah
kemoterapi lantas pasien bisa melanjutkan kehidupan seperti orang normal.
Mungkin bisa, namun pasti sangat berbeda. Kanker darah cukup special dibanding kanker
lain. Untuk perjalananku yang sudah transplantasi dan relapse beberapa kali,
kehidupanku 90% di dalam rumah, 5% berangkat cek up, dan 5% jalan-jalan bila
cuaca sedang baik. Jika aku pergi keluar rumah aku harus memakai masker N95,
sarung tangan untuk menghindari kontak langsung dengan benda-benda yang banyak
kuman, serta kaos kaki. Membawa air putih yang sudah digodog dua kali, bekal
susu almond & pisang. Karena di luar rumah aku tidak boleh minum air
mineral tanpa dimasak ulang, dan juga makanan apapun dilarang. Aku hanya boleh
makan yang dimasak sendiri di rumah. Sapi dan babi sudah satu tahun lenyap dari
daftar menu ku. Karena banyaknya pantangan makanan, lebih baik aku menyebutkan
apa yang boleh ku makan. Ikan laut seperti salmon dan bawal putih, ayam kampung
yang langsung disembelih, telur ayam kampung, tahu putih ‘Talaga yunsen’yang
baru matang dari pabriknya (itupun 2 minggu sekali), sayur mayur, buah-buahan
yang berkulit tebal & harus dikupas, kacang-kacangan, rempah segar, garam
laut & himalaya. Gula pasir, cake ulang tahun, santan juga telah lenyap
dari buku menu ku.
Tidak
boleh dekat-dekat dengan binatang, bersalaman tangan tanpa sarung tangan,
berada di keramaian.
Dari
semuanya itu bukankah hidupku cukup special?
Tidak semua pasien setelah transplant sepertiku perawatannya, itu adalah pilihan masing-masing dan juga sberapa ketat ibumu menjagamu hahahaha
Tidak semua pasien setelah transplant sepertiku perawatannya, itu adalah pilihan masing-masing dan juga sberapa ketat ibumu menjagamu hahahaha
Pada
awalnya semua pantangan ini terdengar tidak rasional, membuatku hampir gila dan
tidak mau makan. Namun waktu menjelaskan kepadaku, selalu ada pori dalam setiap
partikel kehidupan. Selalu ada celah untuk melihat kisah dari sudut pandang
yang indah. Berdamai dengan keadaan membuat lidahku menerima segala sesuatunya
menjadi kaya rasa. Makan tanpa daging sekalipun bisa menjadi tetap nikmat.
Berada di Malaysia atau Indonesia, dalam hari-hari sulit maupun ringan,
kehidupan selalu punya pori terkecil untuk disyukuri.
Aku
sangat menikmati dalam perjuanganku hari ini, aku berjuang karirku. Merintis
usaha kuliner dari online, dengan omset yang masih kecil namun suatu saat pasti
bisa jadi besar. Aku bangun jam 5 pagi kalau ada pesanan roasted chicken, agar
bisa dikirim jam 11 pagi untuk lunch para pelanggan. Hari-hariku tak lagi sama.
Setiap bangun pagi, aku punya rencana apa saja yang harus aku kerjakan. Seharian
mengerjakan ini itu membuatku bisa tidur jam 9 malam, padahal sebelumnya aku
selalu tidur tengah malam dan bangun siang. Aku bahagia, sangat teramat
bahagia. Mungkin banyak orang merasa jenuh dengan pekerjaan, aktifitas
sehari-hari yang melelahkan. Namun tak terfikir ternyata ada orang-orang
sepertiku yang mendambakan aktifitas bekerja, rutinitas harian yang melelahkan
layaknya orang normal. Hari-hari pengangguran yang serba terbatas karena
keadaan saat pemulihan sungguh menjemukan. Hari-hari dilalui tanpa adanya
aktifitas, waktu di Malaysia kehidupanku hanya dalam kamar kos 3x4 meter.
Sepanjang hari, di ranjang. Selama hampir 2 tahun. Aku tidak bisa keluar rumah
karena dilarang terpapar sinar matahari. Melewati hari-hari seperti itu
membuatku ingin melahap apapun perjuangan usaha yang menanti, untuk masa
depanku, untuk rencana Tuhan dalam hidupku.
Ada satu kutipan dari instastory @jennyjusuf kira-kira isinya seperti ini ," Ketika kita bertemu orang, kita tidak tahu masalah apa yang sedang dia hadapi. Dari pada bertanya kamu kerja apa sekarang? Lebih baik bertanya, apa yang paling kamu ingin lakukan dalam hidup."
Berikut cuplikan iklan @bakulnyonya
Comments
Post a Comment