The Sunset always bring me back there

The Sunset always bring me back there....
Yap, sejak pertama kali menginjakkan kaki disana saya tidak dapat menahan ribuan khayalan bagaimana rasanya hidup di pulau seribu pura, dimana setiap spot mempunyai keajaibannya tersendiri..
Saat itu saya masih duduk di bangku SMP dan mengikuti tour bersama genk-nya kakek nenek saya.
Bayangkan saja, sepanjang perjalanan menaiki bus lagu yang diputar adalah ‘Sepanjang Jalan Kenangan’. Era 60an kalau tidak salah.
Dari Bandung melewati Jogja lalu Jawa timur dan menyebrang hingga ke Pulau Dewata.
Oya, ada juga lagu ‘Di bawah payung hitam, hujan rintik-rintik.......’.
Tapi sesampainya di hotel setelah perjalanan yang sangat melelahkan rasanya ada angin yang berbeda, atmosfir yang berbeda.
Begitu banyak pura di setiap rumah, pengalaman yang sangat tidak biasa bagi saya yang pertama kali kesana.
Saya menghirup dalam-dalam udara laut yang begitu membuat hati meletup-letup kegirangan.
Menghayalkan bagaimana rasanya hidup di Bali dan mengagumi setiap adat istiadatnya yang begitu kental.
Tapi... berhubung ikut tour, pergi kemana-mana diwaktu dan jadi tidak sempat menikmati banyak lokasi. Dari satu lokasi pindah ke lokasi lain.
Dan sialnya di hari yang terakhir Hp saya hilang...
Jadi semua foto-foto pun ikut hilang semua..
Saya pulang dan menjalani kehidupan seperti biasa..

Saat kelas 2 SMK saya berkesempatan memilih untuk job training atau praktek kerja lapang. Sontak saya berfikir untuk memilih bali menjadi tujuan utama..
Tibalah hari H, dengan menaiki bus bersama 12 orang lainnya yang merupakan teman seangkatan yang tidak begitu saya kenal.
Untung saja bus yang kami naiki begitu besar dan hanya berisi 18 orang..
Perjalanan pun menjadi tidak kerasa karena senda gurau yang meriuhkan tidur tenang saya.
Tidak menyangka saya dapat menapaki kaki di Bali dengan orang-orang yang kurang saya kenal untuk jangka waktu yang lama.
Saat itu kami sudah dipilihkan kosan di sebuah jalan bernama jalan Srikandi, Nusa Dua.
Kosan kecil dan sederhana, hanya ada 1 ranjang bermuatan 1 orang dan 1 lemari bobrok.
Berhubung sedang high season, terpaksa kamar itu diisi 3 perempuan. Saya, dan 2 perempuan lain. Hanya 3 orang perempuan yang berani PKL di Bali.
Sementara 2 orang laki-laki PKL di daerah kuta dan sisanya di Nusa dua. Para laki-laki disediakan kamar kos tidak jauh dari kosan anak perempuan. Sekitar 7 rumah bedanya.
Hanya saja disana kamarnya bersebelahan dengan kandang babi yang sangat bau dan berisik, kondisinya pun remang-remang dan kotor.
Tidak beda jauh dengan kosan perempuan kok, depan kosan kami juga banyak ayam dan burung yang kalo buka pintu beuuuh wanginya semeliwir...
Hari-hari job training tidaklah ringan, pada 2 bulan pertama rasanya pengen pulang dan sedih banget jauh dari rumah. Belum lagi kerjaan di hotel yang sangat berat dan selalu melebihi 8 jam. Tapi jiwa muda kami sangat membara! Hahaha
Memasuki bulan ke 3 kami semua alias geng bali ini sangat akrab satu sama lain.
Setiap pulang kerja cewe-cewe selalu renang di pantai Mengiat.
Pantai yang ombaknya tenang dengan hamparan pasir putih yang membentang indah.
Masih sangat jarang turis lokal yang renang di situ, karena memang harus memasuki kawasan hotel bingtang 5 dulu.
Kita berlarian bebas mengagumi hidup, di umur yang baru saja menginjak 16 tahun kami sangat bersyukur bisa hidup mandiri.
Tiduran mengambang melihat langit ber-3, ngegosip atau curhat seputar kehidupan kami maupun pekerjaan hari itu.

Aneh....
Ini pertama kalinya saya bisa membaur dengan baik sebagai orang turunan tiongkok.
Tapi kami dengan cepat bersahabat, di tempat yang membawa kami berpetualang di usia dini.
Sepulang dari pantai dan mandi, kita pergi cari makan.
Ada beberapa makanan favorit kita, selain karna harganya murah tapi rasanya juga endesss.

-Sate per-empatan di ujung jalan srikandi menuju gopala, 10.000 rupiah udah dapet nasi + sate seporsi+ disiram kuah gule dan bumbu sate!!
-Depot Bandung, masih di jalan srikandi. Ayam bakarnya udah paling juara satu banjar deh!
-Indomie tanjakan, sebelum per-empatan ke siligita (tapi sekarang udah tutup) Padahal teh jahenya favorit banget!
-Warung muslim Bu Nur, berhubung teman-teman saya ber-agama muslim jadi kita sering kesini. Warteg kalau di daerah jawa disebutnya. Ini ada di jalan pratama.
-Babi guling pak dobiel!! Babi guling ini favorit saya bangetttt
tips untuk anak kosan yang pengen makan enak: pakailah baju santai dan makannya dibungkus, waktu pesen bilangnya ‘Pak dibungkus 10ribu 2’. Dengan begitu kita bisa dapet harga lokal.
Maklum di bali harga lokal sama touris jomplangnya jauuuuh banget.
-Ayam penyet banyuwangi, jl pratama. Harganya 15 ribu untuk nasi+ayam penyet+es teh manis+ lalaban! Selain enak, mas-mas mbak-mbaknya juga asik diajak ngobrol.
-Nasi Jinggo Wikowi: ini nasi jinggo paling magerrrr sedunia. Ada lesehannya, harganya 3ribu ajaaa. Tempat nongkrong kita banget.
-Warung kampoeng: Anak kosan juga butuh makanan cafe. Sejenis cafe-cafean ala bob doank, ownernya sapu lidi. Pilihannya banyak banget dari mulai chinese food sampe thai, harganya ya kisaran 25ribu.
-Nasi goreng babi: Masih di jalan pratama, intinya di jalan pratama banyak banget makanan enak dan murah buat anak kosan. Lupa deh namanya apa yang jelas nasi goreng babi Cuma 7ribu perak!
-Warung italia: ini agak jauh sih di jl.kunti, seminyak. Harganya kisaran 20ribu ke atas tapi rasanya endesss

Lanjut lagi ke cerita....
Sesudah kita makan, kita langsung ngumpul di salah satu mini market namanya Adimart. Ya sekedar cerita-certia, nyanyi-nyanyi, atau uhuk... cinta lokasi....
Dan itu berlangsung sampai subuh... jam 2an kita baru pulang ke kos masing-masing.
Saya ingat nyepi pertama kami sangat luar biasa!
Terbelalak kegirangan, semua mengumpul di adimart dengan tentengan tas berisi baju untuk menginap di hotel. Kami memang tetap bekerja di hari raya nyepi, tapi sebelumnya ada parade ogoh-ogoh yang sangat terkenal.
Semua manusia dari tua sampai bayi, orang berwarga negara korea sampai perancis, tukang parkir sampai manager semua berhamburan keluar rumah untuk berpartisipasi atau sekedar melihat.
Saat itu mata saya terbuka, disini.. di Bali, semua setara.. Semua bisa akrab, tanpa memandang pangkat di kantor atau warna kulit.
Sederhana, seperti Tuhan melihat kita semua. Setara, sama.
Saya dan teman-teman saya sangat mengagumi budaya dan adat istiadat disini.
Kami sangat menghormati kepercayaan mereka, walaupun berbeda dengat kepercayaan kami.
Malam itu begitu meriah, mata kami berbinar-binar seperti anak kucing yang melihat daging ikan.
Bali itu Cinta!
Entah apa yang terbesit, tapi itulah kata-kata yang terlontar dari mulut saya yang tergila-gila dengan pulau dewata.
Setelah itu sebelum jam 12 malam, kami semua ke hotel masing-masing untuk beristirahat.
Malam itu di balkon tempat kami disediakan tempat tidur, saya masih memandangi Bali di malam hari.
Yang sebentar lagi akan gelap gulita, hanya satu-satunya wilayah yang bisa menghentikan  jadwal penerbangan dalam sehari, menggelapkan lampu seluruh kota.
Gak perlu lagi earth hour.
Rasanya begitu magical.

Setelah bekerja di hari nyepi, kami mendapat jatah libur dan kami memanfaatkan untuk berpetualang ke kintamani dan bangli.
Kebetulan ada teman training kami yang tinggal di bangli.
Saya kira hanya memakan waktu 1 jam jika naik motor, taunya bisa 3 jam.
Perjalanan yang cukup membuat bokong mati rasa..
Tapi terbayar dengan pemandangan sepanjang jalan yang membuat saya lagi-lagi terbelalak.
Hamparan sawah yang hijau lalu selang beberapa meter ada juga laut lepas..
Sesampainya di daerah bangli udara mulai terasa dingin menusuk apalagi kintamani.
Rumah teman kami ada di belakang gunung batur yang harus melewati tanjakan dan turunan tajam dengan jalan yang rusak.
Kalau saja saya bukan perempuan sendiri yang ikut saya pasti menolak untuk kesana..
Tapi saat itu memang jiwa berpetualang kami sangat tinggi, sampai juga kami di sebrang danau batur melewati jalan yang sulit.
Menikmati pemandangan yang indahnya bukan main sampai malam hari tiba..
Setiap pagi saat berangkat kerja, kadang saya berjalan kaki.
Memang cukup jauh, butuh sekitar 15 menit.
Tapi pemandangan dan suasananya membuat berjalan kaki menjadi lebih asik.
Saat membuka kamar, bau kotoran ayam sudah berganti menjadi wangi dupa yang harum.
Menapaki jalanan srikandi, semua orang sedang bersembahyang dengan kusyuk di depan dan sekitar rumah. Disebutnya ‘mbanten’.
Memasuki kawasan BTDC atau kawasan perhotelan bintang 5, mata saya disegarkan dengan hamparan pohon-pohon dan bunga warna warni yang sedang bermekaran. Bau tanah yang dibasahi air embun membuat saya betah berjalan setiap hari.
Walaupun Bali panas tapi di daerah Nusa Dua masih cukup sejuk.

Oya, cewe-cewe dan sebagian cowo udah pindah kosan di sebuah jalan kecil di belakang lapangan bola. Sebenernya agak menyeramkan sih, tapi berhubung murah dan kamarnya bersih banget kita jadi pindah.
Ibu kosnya pun sangat baik dan ramah, rumah kos ini pun ada warungnya jadi bisa mesen indomie goreng di pagi hari hehe..
Ibu ketut dan keluarga sangat baik, menganggap kami seperti keluarga.
Setiap ada perayaan atau habis pulang kampung ke singaraja pasti kami dikirimi buah, cemilan, atau minuman ringan.
Saya sendiri memilih kamar single dengan harga 400ribu, fasilitasnya ranjang single, lemari baru, dan kamar mandi di luar dengan harus melewati taman dan jemuran. Kebayang dong horornya kalo kebelet pipis malem-malem?

Singkat cerita kami enjoy dan sangat menikmati hari-hari indah di Bali, hidup dengan teman-teman sangatlah menyenangkan!!
Apalagi tersambar cinta lokasi *ehhh
Sampai.....
3 orang dari geng kami memutuskan untuk melanjutkan job training di Bandung.
IA BALIK KE BANDUNG, di saat kita lagi deket-deketnya. Uhm.. ‘kita’ itu banyakan loh ya.
Rasanya waktu itu seperti ada yang hilang, 1 dari mereka adalah sahabat perempuan kami..
Mendadak... hari-hari jadi berat..
Sering turun hujan... Jadi jarang ngumpul...
Di saat-saat itu saya jadi lebih menelusuri keindahan bali, ketika angin semeliwir pinggir pantai tetap membuat saya tenang meski sepi..
Berendam di kesunyian air tenang pantai mengiat.. ah.. masa-masa itu tidak mudah tapi sangat melekat di hati.
Mencari tempat-tempat makan untuk menyendiri, sekedar cari circleK di pelosok dan menyeduh pop mie goreng kesukaan. Duduk dan mensyukuri apapun yang sedang terjadi, walaupun sudah kangen rumah.
Saya pun sedang dalam kesibukan yang sangat super karena banyak acara-acara besar di hotel. Pekerjaan menggunung dan semua orang jadi sensi di kitchen. Bayangkan, saya harus bawa 2 troli tang tingginya 2x badan saya. Ke function hall yang entah jalannya kemana. Lalu pulang dari set up saya harus kocar kacir set up ice cream stall di pinggir pantai, lanjut ngambil orderan barang ke store utama. Ngangkut-ngangkut susu 2 kardus, tepung 50kg, gula 8kg, and blablablaaa...
Jam istirahat adalah jam-jam terindah sedunia, makan bisa Cuma 8 menit supaya bisa tidur di waktu sisa..

Pergi sebelum matahari mantap keluar, pulang saat matahari mantap menghilang. CAPEK. Kira-kira itu lah kata-kata yang bisa digambarkan. Pulang pun ga usah makan lagi, tinggal langsung tidur karena besok akan menjadi hari yang sama. Begitulah selanjutnya sisa 3 bulan waktu PKL di Bali.
Di saat teman-teman saya masih suka kumpul entah kemana, saya terjebak di ruang yang saya buat sendiri. Kerja-tidur-kerja-tidur.
Pulang, nampak seperti akhir dari perjalanan ini.
Disaat saya sudah cukup tegar untuk menghadapi dunia nyata, saya dipersilahkan pulang dan kembali ke kehidupan yang serba nyaman.
Siap? Tidak juga....
Banyak hal yang membuat sulit untuk percaya perjalanan ini akan segera berakhir..
Tapi sungguh saya rindu rumah dan keluarga, seandainya saya ada di 2 tempat dalam satu waktu..
Di saat saya pulang, duduk di sebelah jendela pesawat saat malam hari.
Melihat lampu bergerlapan indah, menutup kisah perjalanan yang sangat mengajarkan saya banyak hal. Saya menangis, hanya sanggup membayangkan betapa banyak suka duka selama hampir 7 bulan di sana. Dengan sahabat baru, petualangan baru, cinta baru, tempat baru.
Dalam hati saya berkata,” Suatu saat saya pasti kembali”.




Sakit Hati.
Awal dari perjalanan kedua.
Sebelumnya, saya selalu bulak balik bali setiap ada liburan karena terlanjur cinta dengan kisah yang pernah dimulai.
Tapi rasanya tidak pernah sama.
Hidup dan Liburan adalah hal yang sangat berbeda, berapa sering pun saya ke bali kisah itu tidak akan pernah ter-ulang.
Masih hangat di ingatan saat farewell 3 sahabat kami, malam sebelum mereka pergi kami bakar ikan di pinggir pantai.
Bintang malam itu sangat banyak, kami tiduran di atas pasir memandangi langit tanpa sekat.
Tapi semua itu sudah terbungkus rapih, dalam kotak yang bernama memori..
Kali ke dua saya memutuskan untuk kembali hidup di bali.
Dengan hati yang sungguh hancur, mungkin terdengar gila tapi rasanya benar-benar sakit saat tidak diterima di universitas yang sudah saya tunggu selama 6 tahun lamanya!
Ah sudahlah, mari tidak membahas itu..
Bali bisa diartikan sebagai ‘rebound love’, cinta yang terlahir kembali?
Bukan. Saya mengutip dari istilah Alexander Thian atau @amraZing di twitter.
Rebound love itu seperti pelarian. Ketika sedang patah hati dan memutuskan jatuh cinta ke tempat lain dengan segera. Kira-kira seperti itu.
Saya pergi dengan hati yang kecewa tapi membawa sedikit benih harapan untuk dipupuk...
‘Banyak jalan menuju roma bukan?’, kata salah satu teman saya bernama Andrew.
Saat pesawat mulai terbang, saya membuka sebuah kantung bikinan sendiri kakak perempuan saya. Sesaat setelah saya melihat isinya saya menangis.
Dia memberikan saya sebuah ipod keluaran terbaru yang paling dia sayangi dengan hasil jerih payahnya menjual caricature doll yang saat itu belum terlalu terkenal.
Secarik surat yang isinya kurang lebih seperti ini,
            De, ini gw kasih ipod kesayangan gw. Bukan karna gw udah ga suka sama ini ipod. Gw suka banget foto-foto, denger lagu. Tapi karna Tuhan lagi ngajarin cici, buat memberi apa yang paling cici suka buat orang lain dan kelak Tuhan akan ganti dengan yang lebih.

Mungkin kamu boleh tanya, apa sedihnya dari secarik surat itu?
Percayalah saya udah hidup bareng dia 18 tahun lamanya dan tau banget dia itu cuek banget dan dia sayang banget sama ipod hasil jerih payahnya. Bukan perihal dia kasih ipodnya, dia inget saya mau pergi aja udah wow banget.
Beberapa bulan kemudian seseorang tiba-tiba kasih dia ipod keluaran paling paling baru yang jauh lebih bagus! God will always surprising us!
Tiba lah saya di Bali dengan 2 koper super besar, kebetulah teman yang baru saya kenal lewat jejaring sosial bermurah hati mejemput dan mengantarkan saya ke hotel.
Hari pertama sampai tidaklah mudah... Sungguh..
Saya pun nangis lagi, karna ngubek-ngubek kuta dan ga dapet kosan. Di bawah teriknya matahari bali, S E N D I R I A N. Ga tau kawasan kosan daerah situ, ga tau ke mana harus mengeluh..
Sepintas saya pengen cancel kontrak kerja yang belum di tanda tanganin dan terbang balik ke Bandung.
Tapi rasanya cemen untuk pulang dan menyerah pada tantangan pertama. This is real life, market place yang sebenarnya, jadi orang dewasa yang bisa tanggung jawab sama hidupnya sendiri. Ga dicariin jalan keluar sama maminya lagi.
Okay, let’s rock!

Setelah malam terpanjang dalam hotel irit yang ber-ranjang dua itu saya berjanji untuk mengubah ke-anak-mami-an saya menjadi independent girlnya orang tua.
Akhirnya pula dapet kosan yang kepepet mahal dan kurang nyaman lengkap dengan jauhnya jarak ke tempat kerja yaitu discovery mall yang harus ditempuh dengan berjalan kaki.
Ada waktu 3 hari sebelum masuk kerja, lumayan untuk explore makanan anak kosan dan tempat laundry kiloan. Jalan kaki loh ya inget, lokasi kosannya itu bernama kubu anyar..
Tibalah hari pertama kerja di sebuah restoran Asia yang cukup besar dengan kolam renang pinggir pantai.
Memasuki pekerjaan baru pastilah tidak akan pernah mudah, dituntut cepat menghafal dan mengerti semua menu dan presentasinya.
Hanya 1 ilmunya awal-awal jadi cook helper atau commis 3, nurut aja kerjaan apapun yang harus dikerjain. Contohnya adalah ngupas udang 40kg atau bersihin seluruh refrigerator.
Perlahan tapi pasti selain kerjaan monoton bersihin kulkas atau sea food mulailah kerjain orderan yang masuk tanpa henti.
Dalam 1 bulan kalau masuk shift malem terus ,udah bisa hafal semua menu dan presentasinya, termasuk semua jenis bahan yang ada di dalamnya.
Setiap hari walaupun sudah ada motor, saya lebih memilih ber-jalan kaki karena sudah pindah kosan.
Ya kira-kira 5 menit lah..
Kalau shift malem, saat pulang menjadi saat yang ditunggu-tunggu.
Walaupun jam tidur jadi terbulak balik..
Pulang jam 12 malam, pasang headset dengan playlist lagu-lagu maroon5 ditemani dengan gemerlap lampu yang sudah mulai tenang karena sudah banyak yang tutup.
Sesekali meneguk lemon tea dingin kemasan, memandangi pulau yang membuat saya enggan untuk pulang.
Lama-lama kerja gak lagi kayak kerja, setiap hari yang ada adalah ketawa ketiwi diantara semua pria-pria kitchen yang konon tempramen banget kalo udah berhadapan dengan anak service.
Kerja dan training adalah hal yang berbeda.
Saat training saya tau kapan saya akan selesai kerja di tempat itu, jadi rasanya ingin cepat-cepat beres..
Tapi saat kerja saya tidak tahu kapan saya akan resign, jadi terasa sangat menikmati setiap ilmu yang baru.
Saya bisa belajar dim sum dari mulai gyoza, har gaw, spring roll, wonton, cara mengukur takaran khusus. Butchering sea food, Salad, indian dish seperti green curry, samosa, atau chinese food lainnya.
Tapi lebih dari itu, saya belajar kehidupan yang lebih luas..
Saya jadi tau bagaimana saat di posisi bawah, bagaimana saat saya harus menjadi CDP/atasan kelak, bagaimana management sebuah restaurant harus berjalan, bagaimana caranya meniti karir di bidang ini..
Saya sering diajari oleh CDP saya yang baru ber-umur 25 tahun.
Badannya kecil dan ngomongnya seenaknya, dia orang bogor.
Saya agak heran pada awalnya, kebanyakan yang kerja di situ ber-umur 23-55 sementara saya yang termuda 18 tahun.
Dia ber-umur 25 dan menangani banyak staff yang sudah berumur lebih tua.
Tapi dia dihormati karena skill dan cara pembawaannya yang menurut saya sangat enjoy tapi tegas. Dia paling sering ngajarin saya, kasih tau tempat makan enak, gimana cara motong yang benar, atau sekedar kasih tau cara ngatur shift yang benar.
Saat itu saya merasa cukup dengan salary 2,5 per-bulan masih bisa nongkrong cantik di starbucks, makan babi guling, atau beliin sesuatu untuk orang tua.
Bali seperti sebuah terapi untuk hati yang hancur, sebelum saya memutuskan pindah ke bali saya memiliki syndrome yang saya sebut toiletist.
Saya merasa ingin ke toilet 5 menit sekali, tapi saat di toilet gak kepengen pipis.
Semacam trauma dan merasa selalu insecure, saat saya berada di tengah orang-orang saya menjadi deg-degan dan tidak bisa jauh dari wc. Kayak mau ngompol tapi waktu ke wc ga ngapa-ngapain.
Ga ada yang bisa men-stop kegilaan itu.
Tapi saat saya sendirian di bali perlahan kegilaan itu hilang..

Menjadi bahagia bukan melulu soal uang.
Tapi bisa berlari bebas di atas hamparan pasir putih, bekerja dengan senyuman, mendengar keluh kesah serta canda tawa teman-teman, produktif dalam hidup, berkarya, berguna untuk orang lain.
Itulah definisi bahagia untuk saya, tidak menampik kalau uang itu memang diperlukan.
Bagaimanapun, akhir-akhirnya sukses selalu dikaitkan dengan uang bukan?


Saat itu kehidupan berjalan sangat baik, hanya saja jauh dari orang yang saya sayang sering kali membuat saya jadi pemarah saat ga dikabarin, salah sangka, seperti bom yang meledak-ledak.
Sampai akhirnya saya kehilangan orang-orang yang saya sayang...
Walau jauh, tapi masalah itu menjadi berpengaruh dalam hari-hari saya.
Tindakan bodoh itu membuat saya menyesal, tapi ketika itu sudah terjadi semua tidak akan bisa kembali seperti semula.
Perasaan dan kepercayaan yang sudah terkoyak akan selalu menyisakan bekas.
Setiap hari lagu yang di pasang menjadi ‘Sad’ atau ‘better that we break’ dari maroon5, cocok untuk hati yang sedang ga karuan.
Ketika masalah ditinggalkan tanpa kata-kata penjelasan...
Bulan ke 6 saat itu orang tua saya memberi mandat untuk pulang dan belajar kembali sebagai persiapan tes tahun ke 2.
Hari terakhir, saya akan berngkat jam 12 malam..
Masih ada matahari terbenam terakhir sebelum saya mengakhiri cerita ini.
Saya duduk sendiri di pantai kuta menunggu sunset sembari memakan ice cream rasa bir bintang.
The sunset always bring me back, no matter what.
Walaupun saya pulang malam ini, walaupun satu bab cerita lagi yang ditutup.
Saya akan temukan cara untuk kembali, untuk bertemu sunset dari pantai kuta.
Setelah sunset saya bergegas diantar beberapa teman kerja untuk membeli babi guling dan menuju bandara.
Pergi seorang diri, pulang pun seorang diri.
Saat sedang patah hati saya harus pulang dan kembali menghadapi kehidupan nyata.
Semua menjadi terbalik, kehidupan nyata adalah bandung dan kehidupan mimpi adalah bali.
Saya tidak bilang pada siapapun saya akan pulang,, saya hanya merasa tidak perlu..

Bali...
Selalu membawa angin segar untuk jiwa yang layu,
selalu ada alasan untuk kembali.
Kembali ke rumah bu ketut,
duduk di bale-bale berkumpul dengan sanak keluarganya.
Saling bertukar oleh-oleh bandung dan singaraja..
Ketika perbedaan bukan lagi sebuah masalah.
Berbincang bahasa bali dengan dadong yang hanya bisa satu bahasa, meski saya belum terlalu fasih..
Rumah..
Yang membuat hati merasa aman, merasa nyaman, merasa diterima.
Tempat dimana saya belajar banyak hal tentang kehidupan, tentang budaya Indonesia, tentang cinta...


Comments

Popular posts from this blog

4 tahun perjuangan melawan kanker

Waiting for miracle

R I P Acute Lymphobastic Leukemia